Senin, 08 November 2010

INFLASI SEBAGAI SEBAB TERJADINNYA KETIDAK STABILAN MONETER

Inflasi merupakan salah satu penyebab terjadinya ketidak stabilan moneter Karena dapat mempengaruhi arus uang dan arus yang bereda. Untuk lebih lengkapnya akan dibahas secara rinci dibawah ini.
  Perkembangan Inflasi di Indonesia 

· -Perkembangan yang berulang menimpa perekonomian kita mencapai puncaknya dengan “tiga angka” pada masa 100 Menteri dan memberikan gambaran klasik dengan berlakunya teori kuantitas uang. Pada masa orde baru, inflasi memasuki alam baru akibat langkah-langkah positif yang diambil pemerintah untuk mengatasinya. Defisit APBN yang dulunya merupakan sumber utama kenaikan uang dalam peredaran dapat dialihkan menjadi surplus, walaupun anggaran domestik dari APBN merupakan arus inflasioner yang besar (Oppusunggu, HMT, 1985).

· -ejak akhir tahun 1980-an, tingkat inflasi rata-rata per tahun di Indonesia mulai tinggi lagi walaupun beelum pernah mencapai sampaid I atas 10,0%. Selama periode 1993 – 1995 laju inflasi sebagai berikut : 9,8% (1993), 9,2% (1994), 8,6% (1995). Angka ini tertinggi di antara negara-negara ASEAN, misalnya Malaysia: 3,6% (1993), 3,7% (1994), 3,2% (1995).

-Inflasi di Malaysia, Singapura dan Thailand relatif rendah dan merupakan negara-negara di ASEAN yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Ini berarti bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak harus dengan laju inflasi yang tinggi pula, seperti halnya yang dialami Indonesia (Tulus, T.H. Tambunan, Dr. 1996).

·-Laju inflasi selama periode 1997 – 2002 sebagai berikut : 11,1% (1997),, 77,6% (1998), 2,0% (1999). Laju inflasi selama tahun 1998/1999 mencapai 45,9%. Meningkatnya tekanan haarga terutama berasal dari sisi penawaran sebagai akibat depresiasi rupiah yang sangat tajam pada tahun 1997/1998. tiga tahun terakhir laju inflasi : 9,3% (2000), 12,5% (2001) dan turun 10,0% (2002). Kondisi moneter yang stabil menyeabkan tingkat inflasi IHK selama tahun 2002 cenderung menurun hingga 10,03%.
(Laporan Tahunan BI, 1997/1998, 1999 – 2002)

 
SUMBER :
http://majidbsz.wordpress.com/2008/04/20/inflasi-sebagai-sebab-terjadinnya-ketidak-stabilan-moneter/


Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi

                (1) Meningkatnya Kegiatan Ekonomi
Meningkatnya kegiatan ekonomi mendorong peningkatan permintaan agregat yang tidak diimbangi dengan meningkatnya penawran agregat karena adanya kendala struktural perekonmian. Indikatornya : masih rendahnya kapasitas terpakai sektor industri pengolahan (39% – 51%) dan menurunnya produksi tanaman bahan makanan (sumbangan pada PDB berkurang 1,1%) pada tahun 2001.

(2) Kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan
Kebijakan pemerintah dalam tahun 2001 menaikkan harga barang dan jasa seperti BBM, listrik, air miinum dan rokok serta menaikkan upah minimum tenaga kerja swasta dan gaji pegawai negeri diperkirakan memberikan tambahan inflasi IHK sebesar 3,83%.

(3) Melemahnya Nilai Tukar Rupiah
Pengaruh kuat depresiasi nilai tukar rupiah diketahui dari hasik penelitian bank Indonesia, antara lain :
· Perilaku harga cenderung mudah meningkat karena pengaruh melemahnya nilai tukar rupiah
· Perilaku harga cenderung sulit untuk turun apabila nilai tukar rupiah menguat, seperti pada bulan Agustus menguat 4,0%, bulan Juli menguat 21,0%, namun harga hanya turun (deflasi) sebesar 0,24%.

(4) Tingginya ekspektasi inflasi masyarakat
Tingginya inflasi IHK tidak lepas dari pengaruh ekspektasi inflasi oleh produsen dan pedagang serta konsumen.
Tingginya ekspektasi inflasi pada produsen dan pedagang sepanjang tahun 2001 terutama dipengaruhi oleh tingginya inflasi tahun 2000 yang mencapai 9,35%. Sedangkan ekspektasi para konsumen terutama dipengaruhi oleh ekspektasi kenaikan harga barang-barang yang dikendalikan pemerintah dan ekspektasi nilai tukar rupiah. (Laporan Bank Indonesia Tahun, 2001).


sumber:
http://majidbsz.wordpress.com/2008/04/20/inflasi-sebagai-sebab-terjadinnya-ketidak-stabilan-moneter/

Laju Inflasi Indonesia Lebih Rendah Ketimbang Negeri Jiran

inflasi Indonesia lebih rendah ketimbang negara-negara tetangga sejak petengahan 2009. Solidnya pengaturan harga energi dan stabilnya nilai tukar rupiah menjadi faktor penekan laju inflasi.

Demikian yang dikemukakan Lead Economist World Bank’s Jakarta Shubham Chaudri dalam seminar bertajuk “Indonesian Economic Quarterly Report” yang digelar di Gedung Energy, Jakarta, pekan lalu. Namun, ia tidak membeberkan rincian tingkat laju inflasi, dan negara tetangga mana yang memiliki laju lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia.

Menurut Shubham, solidnya pengaturan harga energi yang diberlakukan oleh pemerintah mnjadikan harga konsumen tidak terpengaruh oleh melambungnya harga energi dunia pada awal 2009. Faktor pemulihan nilai tukar rupiah yang relatif stabil turut berandil besar dalam menekan laju inflasi.

Namun, Shubham juga menjabarkan beberapa faktor yang berpotensi akan melambungkan inflasi Indonesia menjelang 2011. “Naiknya harga komoditas yang disebabkan oleh tingginya demand, nampaknya akan menjadi penyebab utama,” ujar Shubham, seperti yang dikutip laman resmi Kementerian Keuangan.

Faktor lain yang turut mendorong laju inflasi yaitu naiknya tarif dasar listrik sebesar 10 persen. Pemerintah berencana memberlakukan tarif dasar listrik yang baru mulai Juli mendatang.

Sebelumnya, Bank Dunia kembali menaikkan proyeksinya terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini. Terakhir, Bank Dunia memperkirakan perekonomian Indonesia tumbuh 5,6 persen. Sekarang Bank Dunia merevisi menjadi 5,9 persen, lebih tinggi daripada target pemerintah sebesar 5,8 persen.

Kepala Ekonom Bank Dunia Shubham Chaudhuri memperkirakan, tingkat pertumbuhan tahunan (year on year) pada kuartal kedua tahun ini akan meningkat hingga 6 persen dan akan mendekati 6,5 persen pada triwulan akhir.

"Percepatan demikian akan mengembangkan keseluruhan ekonomi Indonesia sebesar 5,9 persen," kata Chaudhuri. Adapun tahun depan, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan akan lebih besar lagi sekitar 6,2 persen.

Konsumsi menjadi faktor penyumbang terbesar pertumbuhan. Pertumbuhan konsumsi sektor swasta diperkirakan 5,1 persen. Indikasi kenaikan konsumsi ini dapat dilihat dari pertumbuhan penjualan sepeda motor dan kendaraan bermotor yang meningkat memasuki triwulan kedua 2010. Pada April saja penjualan sepeda motor naik, mencapai 70 persen dibanding tahun lalu.

Tingginya permintaan dalam negeri menyebabkan industri di sektor-sektor yang menekankan pemenuhan kebutuhan dalam negeri akan lebih baik dibanding sektor yang menekankan ekspor. "Telekomunikasi, transportasi, jasa, dan sebagainya akan tumbuh baik dibandingkan dengan sektor manufaktur yang mengandalkan pasar luar negeri," ujarnya.

Ia menambahkan, peningkatan investasi yang tengah terjadi juga diperkirakan akan mendorong peningkatan ekonomi. Sejak kuartal ketiga 2009 hingga kuartal pertama 2010, belanja investasi meningkat 7,9 persen.

Ekonom CIMB Niaga Winang Budoyo bahkan lebih optimistis pertumbuhan 2010 bisa mencapai 6,1 persen. Faktor konsumsi menjadi penyumbang utama. Selain itu, tingkat ekspor dan investasi membaik dibanding tahun sebelumnya.

sumber dari :
http://www.tempointeraktif.com/hg/perbankan_keuangan/2010/06/24/brk,20100624-258035,id.html

Bank Indonesia Tetap Jaga Laju Inflasi

Menghadapi potensi tekanan inflasi dan stabilitas moneter akibat kenaikan harga minyak dan krisis perbankan di Amerika, Bank Indonesia akan mengambil langkah-langkah antisipasi. Selain telah menurunkan BI rate menjadi 8 persen, Bank Indonesia juga akan membuat instrumen pengaturan likuiditas.
Dalam penjelasannya didepan Rakernas Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) di Jakarta, Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya menyatakan, Bank Indonesia akan tetap berupaya untuk menjaga tingkat inflasi yang rendah. 

BI melihat terdapat potensi meningkatnya laju inflasi terutama dalam jangka pendek akibat kenaikan harga sejumlah komoditas terutama minyak, CPO dan sejumlah komoditas pangan. Sementara itu juga dimungkinkan terjadinya distorsi ekonomi akibat gejolak keuangan global terkait krisis sektor perumahan di Amerika. 

Karena itu Bank Indonesia mengambil langkah-langkah antisipasi dengan  menurunkan tingkat suku bunga BI rate sebesar 25 basis poin menjadi 8 persen pekan lalu.
Penurunan BI rate diharapkan mampu meredam tingkat inflasi dan mengurangi aliran hot money  yang mengancam kerentanan gejolak keuangan domestik. Dalam menjaga stabilitas moneter, Bank Indonesia juga akan memperkuat akses pembiayaan kepada pelaku ekonomi terutama untuk pengusaha kecil dan menengah.
Budi Mulya menambahkan penguatan implementasi BI rate akan semakin diarahkan untuk menjaga stabilitas suku bunga pasar uang antar bank melalui pengaturan atau manejemen likuiditas harian dalam operasi pasar terbuka. Karena itu pada awal tahun 2008, BI rate tidak lagi direpresentarikan dalam BI rate satu bulan, namun akan digunakan pengaturan rate pasar uang antar bank. (Nurkayat/Sup)


SUMBER : http://www.indosiar.com/fokus/66577/bank-indonesia-tetap-jaga-laju-inflasi

Laju Inflasi di Indonesia Timur Naik 0.87 Persen

Makassar, NTT Online - Laju inflasi di kawasan timur Indonesia mengalami peningkatan beberapa persen, saat ini mencapai lima persen. Kondisi ini disebabkan  kenaikan harga bahan makanan dan kelompok makanan jadi. Sementara kenaikan harga terpengaruh dari rencana kenaikan tarif dasar listrik pada triwulan III 2010.
Pimpinan Bank Indonesia Makassar Lambek A Siahaan melalui rilisnya siang ini menyebutkan, laju inflasi di Sulawesi Selatan naik dari 3,46 persen menjadi 5,00 persen. Secara umum di wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua naik 3,51 persen menjadi 4,38 persen.

“Laju inflasi di Sulawesi, Maluku dan Papua pada triwulan II 2010 masih relatif terkendali meskipun terdapat kecendrungan meningkat dari triwulan sebelumnya, namun masih berada dibawah laju inflasi nasional yaitu sebesar 5,05 persen,” katanya.
Dia juga mengatakan, kinerja perbankan di wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua menunjukkan pertumbuhan positif. Pada Mei 2010 mengalami pertumbuhan 13,91 persen, namun melambat dibandingkan bulan yang sama tahun lalu  mencapai 20,36 persen. Terjadi pula pelambatan pertumbuhan dana pihak  ketiga pada bulan Mei tahun ini dibandingkan tahun lalu dengan selisih sekitar empat persen.
“Ini karena kontraksi pada simpanan giro dan melambatnya pertumbuhan depositio,” ucap dia.
Terkhusus di Sulawesi Selatan, kata dia, pertumbuhan kredit relatif lebih baik, mencapai 19,06 persen di bulan Mei. Berbeda dengan pertumbuhan dana pihak ketiga yang mengalami perlambatan.
“Pertumbuhan kredit di Sulawesi Selatan tersebut didorong oleh kredit investasi yang meningkat cukup tajam yaitu sebesar 29,04 persen dan pertumbuhan kredit modal kerja sebesar 24,05 persen,” ungkapnya.

Melihat perkembangan tersebut, dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi di Indonesia Timur akan mengalami peningkatan 6,9 persen sampai 8,56 persen. Menurutnya, peningkatan konsumsi yang didukung kenaikan pendapatan masyarakat dan kegiatan invetasi menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di daerah ini.
Sementara laju inflasi pada triwulan III nanti diperkirakan meningkat karena dipicu meningkatnya konsumsi di bulan Ramadan, hari raya, kenaikan tarif dasar listrik, dan realisasi program yang bersumber dari APBD. tempointeraktif.com


Sumber : http://www.nttonlinenews.com/ntt/index.php?option=com_content&view=article&id=7411:laju-inflasi-di-indonesia-timur-naik-087-persen&catid=35:ekonomi&It...

Laju Inflasi Indonesia Lebih Baik Dari Zimbabwe

perekonomian di Indonesia, Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan laju inflasi di indonesia lebih baik jika dibandingkan dengan negara-negara lain.
Menurutnya inflasi Indonesia sampai 600% pernah terjadi dimasa Orde Lama. Pada tahun 2005 pemerintah memutuskan harga bahan bakar minyak dinaikkan saja. Inflasi menjadi 17 persen saja rakyat masih ngamuk.

“Di sini masih lebih baik tidak seperti di Zimbabwe yang saat ini inflasinya 7.000%, jadi duit itu beli bakso Rp 7.000 perak, jam 12 sudah jadi Rp 10.000," ujar Sri Mulayani yang juga Menteri Perekonomian dalam acara olimpiade APBN Tingkat SMA di kantornya, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Rabu (5/8/2009).

Sebagai pemegang kuasa anggaran Negara, kata Sri Mulyani, terkait APBN, dirinya akan sangat ketat dalam melakukan seleksi dan menyetujui anggaran yang diajukan kementerian dan lembaga yang ada.

"Menyusun APBN secara prinsip sama dengan belanja. Mungkin karena menkeunya cewek mengerti dan senang belanja. Menteri pertanian bilang begini begitu kayak dampak el nino dibutuhkan anggaran lebih, Menteri ESDM minta subsidi, Menhub minta dibikin pelabuhan, seperti itu. Jadi mana yang bisa dipotong, yang bisa dirasionalkan," jelasnya.

Sebab menurutnya jika Menteri Keuangan tidak selektif dalam menyetujui anggaran kementerian dan lembaga maka defisit anggaran akan meningkat.

"Kalau (anggaran) tidak bisa (dipotong) ya kita harus defisit, artinya pinjam. Waktu zaman Pak Soekarno defisit sangat kronis. Pinjam-pinjam masih kurang maka suruh cetak duit. Karena BI tidak independen. Maka tinggal minta uang dicetak sebanyak-banyaknya, misalnya untuk bikin Monas kita cetak duit banyak," ujarNYa.


SUMBER : 
http://www.radar.co.id/berita/read/3831/2010/Laju-Inflasi-Indonesia-Lebih-Baik-Dari-Zimbabwe-

INFLASI DAN PEREKONOMIAN INDONESIA

INFLASI 

Inflasi di Indonesia diumpamakan seperti penyakit endemis dan berakar di sejarah. Tingkat inflasi di Malaysia dan Thailand senantiasa lebih rendah. Inflasi di Indonesia tinggi sekali di zaman Presiden Soekarno, karena kebijakan fiskal dan moneter sama sekali tidak prudent (“kalau perlu uang, cetak saja”). Di zaman Soeharto, pemerintah berusaha menekan inflasi - akan tetapi tidak bisa di bawah 10 persen setahun rata-rata, antara lain oleh karena Bank Indonesia masih punya misi ganda, antara lain sebagai agent of development, yang bisa mengucurkan kredit likuiditas tanpa batas. Baru di zaman reformasi, mulai di zaman Presiden Habibie maka fungsi Bank Indonesia mengutamakan penjagaan nilai rupiah. Tetapi karena sejarah dan karena inflationary expectations masyarakat (yang bertolak ke belakang, artinya bercermin kepada sejarah) maka “inflasi inti” masih lebih besar daripada 5 persen setahun.

PEREKONOMIAN

Tanda-tanda perekonomian mulai mengalami penurunan adalah ditahun 1997 dimana pada masa itulah awal terjadinya krisis. Saat itu pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berkisar pada level 4,7 persen, sangat rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang 7,8 persen. Kondisi keamanan yang belum kondusif akan sangat mempengaruhi iklim investasi di Indonesia. Mungkin hal itulah yang terus diperhatikan oleh pemerintah. Hal ini sangat berhubungan dengan aktivitas kegiatan ekonomi yang berdampak pada penerimaan negara serta pertumbuhan ekonominya. Adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan akan menjanjikan harapan bagi perbaikan kondisi ekonomi dimasa mendatang. Bagi Indonesia, dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka harapan meningkatnya pendapatan nasional (GNP), pendapatan persaingan kapita akan semakin meningkat, tingkat inflasi dapat ditekan, suku bunga akan berada pada tingkat wajar dan semakin bergairahnya modal bagi dalam negeri maupun luar negeri.
Namun semua itu bisa terwujud apabila kondisi keamanan dalam negeri benar-benar telah kondusif. Kebijakan pemerintah saat ini didalam pemberantasan terorisme, serta pemberantasan korupsi sangat turut membantu bagi pemulihan perekonomian. Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator makro ekonomi menggambarkan kinerja perekonomian suatu negara akan menjadi prioritas utama bila ingin menunjukkan kepada pihak lain bahwa aktivitas ekonomi sedang berlangsung dengan baik pada negaranya.

SUMBER : http://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi_dan_perekonomian_Indonesia

LAJU INFLASI TAHUN 2010

Laju inflasi 2010 bisa di atas 6%

Ekonomi dunia akan bergejolak pada semester 11/2010
OLEH AGUST SUPRIADI DEWI ASTUTI
Bisnis Indonesia

JAKARTA Laju inflasi Indonesia pada tahun ini berpotensi menembus 6,5% karena terpicu lonjakan harga komoditas dan kenaikan tarif dasar listrik (TDL).Direktur Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM-UI) Chatib Basri mengonfirmasikan dalam 2 bulan pertama tahun ini laju inflasi sebenarnya sudah cukup tinggi. Dia melihat ada kecenderungan terus berlanjut dengan kisaran 6% sepanjang tahun.

Hal ini terkait dengan rencana penaikan TDL pada Juli yang diyakini memengaruhi harga barang, sehingga target inflasi pemerintah yang dipatok 5,5% sulit tercapai."Tapi kalau commodity price naik tinggi sekali, maka bisa pressure (inflasi) mendekati 7%. Tapi saya kira pada kisaran 6%-6,5%,"jelasnya dalam acara The JO" Annual Citi Indonesia Economic and Political Outlook 2010 kemarin.Namun, Chatib menilai hal ter-ebut bukan masalah besar mengingat sejarah inflasi Indonesia biasanya berada di kisaran yang lebih tinggi, yakni 8%-9%, kecuali Bank Indonesia menerapkan kebijakan moneter ketat. Kebijakan itu dapat mengurangi tekanan inflasi ke level 5,5% seperti yang diharapkan.

"Dugaan saya BI akan coba pertahankan BI Rate di kisaran 6,5%, tapi tentunya akan sangat bergantung pada tren inflasi. Makanya, pengelolaan ekspektasi inflasi menjadi sangat penting," tuturnya.Selain itu, lanjut dia, tekanan inflasi bisa terjadi karena terpengaruh pergerakan harga minyak dunia. Namun, imbuhnya, kompensasi penurunan juga bisa terjadi jika apresiasi rupiah terhadap dolar AS berlanjut terus.Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam kesempatan yang sama mengakui laju inflasi dapat lebih tinggi dari 6%. Sementara itu, dia mengatakan perlunya mewaspadai dinamika ekonomi global dan regional, termasuk rencana penerapan kebijakan keluar dari krisis (exit strategy).
Menkeu memperkirakan banyak negara di dunia pada semester 11/2010 akan mengambil kebijakan itu sehingga membuat kapasitas APBN mereka berpotensi mengalami pembengkakan defisit anggaran.Sementara itu, dari sisi regional, dia memperingatkan stabilitas nilai tukar juga akan diuji mengingat tengah terjadi pertarungan antara dolar AS dengan renminbi China. Kedua jenis mata uang itu dinilai sedang mencari keseimbangan baru yang akan memberikan dampak ke global dan regional, termasuk ke Indonesia.
Kenaikan TDL

Dalam acara terpisah, Badan Pusat Statistik (BPS) melihat rencana pemerintah menaikkan TDL sebesar 15% pada Juli akan memberi tekanan inflasi tahunan 2009 sebesar 0,36%.Kepala BPS Rusman Heriawan mengatakan kenaikan TDL akan memberikan dampak inflasi langsung sekitar 2,4% yang jika dikalikan dengan besaran persentase kenaikannya (15%). Jadi, total tekanan inflasinya akan 0,36%.Namun, Rusman berharap dampak tak langsung dari efek ganda ekonomi akibat kenaikan TDL tidak menjadi liar. Pasalnya, kata dia, tidak semua sektor usaha memiliki komponen energi tinggi, sehingga seharusnya kenaikan TDL tidak direspons dengan kenaikan harga barang dan jasa secara besar-besaran.

Di satu sisi, dia mengisyaratkan ada potensi deflasi pada bulan ini seiring masuknya musim panen raya yang memicu penurunan harga sebagian besar ba-han pokok yang mendorong inflasi tinggi.Dia menginformasikan kecenderungan penurunan harga ba-han pokok dalam pekan pertama bulan ini. Meski belum kembali ke posisi harga pada tahun lalu, peluang terjadinya deflasi secara umum sangat terbuka jika tren itu berlangsung pada pekan terakhir Maret.Johanna Chua, Chief Asia Pacific Economist Citigroup Global Markets Asia, menilai rencana kenaikan TDL bukan ancaman bagi pengelolaan inflasi 2010. (oei (agnst.siipriadi(gbisnis.co.id/dewi. asmti(g)blsnis.Qo.id)


SUMBER : http://bataviase.co.id/node/136313


DAMPAK INFLASI

Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.

Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank  yang diperoleh dari tabungan masyarakat.

Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

 sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi

PENGGOLONGAN INFLASI

Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali( Hiperinflasi)
Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan :
  1. Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
  2. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
  3. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
  4. Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)


sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi

PRNYEBAB INFLASI

inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi). Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
Inflasi tarikan permintaan (Ingg: demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. 

Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
Inflasi desakan biaya (Ingg: cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.

Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal,yaitu
kenaikan harga,misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji,misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.


 SUMBER : http://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi

PENGERTIAN INFLASI

Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai m,ata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator

Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.



sumber dari : http://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi